Thursday 6 June 2013

Pasca Pembakaran Islamic Center



Pasca Pembakaran Islamic Center Membuat Trauma Muslim London

Redaksi – Jumat, 7 Juni 2013 07:12 WIB
Mosque firePembakaran Islamic Center di London membuat trauma komunitas Muslim di Inggris, di tengah meningkatnya kekhawatiran gelombang baru serangan anti-Muslim paska pembunuhan seorang prajurit angkatan darat.
“Masyarakat Muslim merasa takut itu bisa dipahami,” kata Massoud Shadjareh, ketua Komisi Hak Asasi Manusia Islam (IHRC), mengatakan kepada  International Business Times pada hari Kamis.
“Muslim telah diserang secara fisik, masjid dibakar, kuburan dirusak dan media sosial penuh kebencian anti-Muslim dan ancaman kekerasan. Masih banyak yang harus dilakukan untuk melindungi komunitas Muslim.” Tambahnya.
Islamic Centre Al-Rahma di Muswell Hill di London utara , hancur terbakar Rabu lalu, dalam serangan pembakaran yang mencurigakan.
Sebuah grafiti bertuliskan “EDL” dicat di dinding yang terbakar, mengacu pada Partai sayap kanan Liga Pertahanan Inggris.
212 Kasus “insiden anti-Muslim” telah dilaporkan terjadi setelah serangan Woolwich bulan lalu, menurut Tell Mama , sebuah lembaga yang memonitor serangan anti-Muslim di Inggris. Angka tersebut termasuk 11 serangan terhadap masjid. (OI.net/Dz)

Dituduh mempublikasi "terorisme" di facebook

Dituduh mempublikasi "terorisme" di

facebook, Abu Muwahhid ditangkap polisi London

Kamis, 28 Rajab 1434 H / 6 Juni 2013 20:45
Dituduh mempublikasi "terorisme" di Facebook, Abu Muwahhid ditangkap polisi London
LONDON (Arrahmah.com) – Seorang Muslim, yang mendukung pernyataan bahwa pembunuhan tentara Inggris Lee Rigby adalah sebuah “bentuk pukulan balik”, telah ditangkap polisi London dengan tuduhan penyebaran “publikasi terorisme”, lansir The Times.
Abu Muwahhid memposting komentar di Facebook beberapa hari setelah pembunuhan tentara Inggris yang terjadi di Woolwich tersebut. Dia hanya menyatakan bahwa [pembunuhan] itu adalah “hasil dari kejahatan pemerintah ini yang telah dilakukan di tempat lain”.
Seorang juru bicara polisi mengatakan, “Petugas dari komando kontra ‘terorisme’ menahan seorang pria berusia 30 tahun dari kediamannya di London Timur. Ia ditangkap di bawah PACE [Police and Criminal Evidence Act 1984] atas dugaan pelanggaran ‘terorisme’”.
Penangkapan ini terkait dengan penyelidikan Ibrahim Abdullah-Hassan, yang minggu lalu telah didakwa dengan tuduhan “pelanggaran terorisme”, lansir BBC pada Rabu (5/6/2013).
Abdullah-Hassan ditangkap di BBC setelah wawancaranya tentang salah seorang pria yang dituduh membunuh Lee Rigby.
Tuduhan terhadap Abdullah-Hassan itu tidak berhubungan langsung dengan pembunuhan Woolwich tersebut.
Sementara Abu Muwahhid ditangkap pada hari Rabu, kemudian dibawa ke kantor polisi di London timur, di mana kemudian dia dimasukkan ke dalam tahanan.
Petugas dari Komando Anti “Terorisme” Scotland Yard juga melakukan penelusuran terhadap rumah dan kendaraan.
Mereka mengklaim penangkapan itu sebagai bagian dari penyelidikan terhadap Abdullah-Hassan, yang juga dikenal sebagai Abu Nusaybah.
Abdullah-Hassan, yang juga berusia 30 tahun dan dari London timur, ditangkap pada 24 Mei setelah wawancara mengenai temannya yang menjadi “tersangka” pembunuhan Woolwich, Michael Adebolajo, pada program Newsnight BBC.
Dia kemudian membantah 3 tuduhan pelanggaran “terorisme” yang didakwakan padanya.
Dia dimasukkan ke dalam tahanan di Pengadilan Westminster Magistrates dan akan dihadirkan kembali di Old Bailey pada tanggal 28 Juni. (banan/arrahmah.com)


Friday 31 May 2013

1 negara, 2 agama dan 3 gambar yang berbicara



1 negara, 2 agama dan 3 gambar yang berbicara

Jum'at, 21 Rajab 1434 H / 31 Mei 2013 11:00
1 negara, 2 agama dan 3 gambar yang berbicara
Foto di sebelah kiri menunjukkan Gereja St Mary di Cable Street, sementara foto di sebelah kanan menunjukkan jamaah Muslim tengah sholat Jumat di luar sebuah masjid di dekatnya di Spitalfields, keduanya terletak di London Timur
Guy Walters adalah seorang penulis yang telah menulis beberapa buku dan aktif menulis di beberapa surat kabar di Inggris. Dalam sebuah kesempatan pada Kamis (30/5/2013), seperti dilansir Daily Mail, dia mengungkapkan sebuah pernyataan mengenai perbandingan jemaat gereja dan jamaah Muslim di London. Berikut ulasannya.
Sisihkan fakta bahwa Ratu kami adalah Pembela Kristen. Abaikan 26 uskup Gereja Inggris yang duduk di House of Lords.
Jangan lihat Sensus tahun 2011 yang menyatakan bahwa 33.200.000 orang di Inggris dan Wales menyatakan diri mereka sebagai orang Kristen.
Karena jika Anda ingin wawasan yang lebih akurat mengenai agama di Inggris saat ini, lihatlah melalui gambar-gambar yang lebih mengungkapkan realita dalam survei ini.
Apa yang ditunjukkan oleh gambar-gambar ini adalah tiga ibadah yang dilakukan di East End London dengan jarak beberapa ratus meter antara satu dengan yang lainnya pada akhir bulan lalu.
Dua foto menunjukkan kebaktian pada Ahad pagi di gereja St George di timur Cannon Street Road, dan gereja St Mary di Cable Street.
Gambar ketiga menunjukkan jamaah yang berkumpul untuk sholat Jumat di luar masjid terdekat di Brune Street Estate di Spitalfields.
Perbedaan dalam jumlah terlihat begitu dramatis. Di St George, sekitar 12 orang telah berkumpul untuk merayakan Komuni Kudus.
greja2
Bangku-bangku di St George yang dipadati pada abad ke-18, saat ini hanya dihadiri 12 orang
Ketika dibangun pada awal abad ke-18, gereja itu dirancang untuk menampung 1.230 jemaat.
Begitu juga dengan St Mary yang dibuka pada bulan Oktober 1849. Gereja itu diharapkan bisa melayani 1.000 jemaat. Saat ini, seperti yang ditunjukkan pada gambar, jemaatnya hanya berjumlah 20 orang.
greja3

St Mary yang dibangun untuk menampung 1.000 orang, saat ini jumlah jemaatnya hanya sekitar 20 orang
Sementara dua gereja hampir kosong, Masjid Brune Street Estate justru menghadapi “masalah” yang berbeda – yaitu terlalu penuh.
Masjid itu sendiri tidak lebih dari sebuah ruangan kecil [mushala] sewaan di pusat komunitas tersebut, dan hanya dapat menampung 100 jamaah.
Namun, pada hari Jumat, angka tersebut membengkak menjadi tiga sampai empat kali kapasitas ruangan, sehingga jamaah tumpah keluar sampai ke jalan, di mana jumlah mereka bisa memenuhi tempat yang ukurannya hampir sama dengan ruangan yang nyaris kosong di St Mary.
Hal ini menunjukkan bahwa, saat ini, kekristenan di negara ini akan menjadi agama masa lalu, dan Islam adalah masa depan.
Dalam sepuluh tahun terakhir, telah terjadi penurunan jumlah orang di Inggris dan Wales yang mengaku sebagai Kristen, dari 71,7 persen menjadi 59,3 persen dari jumlah populasi.
Pada periode yang sama jumlah Muslim di Inggris dan Wales telah meningkat dari 3 persen jumlah populasi menjadi 4,8 persen – 2,7 juta orang.
Setengah dari Muslim Inggris berusia di bawah 25 tahun, sementara hampir seperempat dari orang Kristen di sana mendekati dekade kedelapan mereka.
Diperkirakan hanya dalam waktu 20 tahun, Muslim akan lebih aktif di negara ini – di mana bahkan setengah abad lalu hal ini benar-benar tak terpikirkan.
Banyak yang akan menyimpulkan dengan berat hati bahwa Kekristenan tengah menghadapi penurunan permanen di Inggris. Gereja-gereja yang berabad-abad digunakan ketika ajaran Kristus berkuasa, kini semakin kosong.
muslim inggris2
Masjid kecil di Brune Street Estate, Spitalfields, hanya dapat menampung 100 orang, sehingga masyarakat Muslim setempat memadati jalan untuk shalat Jumat
Pada hari Minggu, 1 Oktober 1738, St George digunakan dua kali dalam sehari untuk mendengarkan penginjil John Wesley, yang kemudian berkhotbah di gereja itu untuk pekan berikutnya.
Hari ini, tidak ada John Wesley yang bisa membuat bangku gereja dipenuhi jemaat. Pihak gereja sudah berusaha melakukan yang terbaik, misalnya menawarkan kegiatan ‘Hot Potato Sunday’ bulanan.
Canon Michael Ainsworth dari St George mengatakan: “Saat ini bukan hanya soal jumlah. Ini tentang menjaga keyakinan dan tetap menjadi bagian dari komunitas kota.”
Sementara itu di St Mary, Rev Peter McGeary tidak bisa menjelaskan mengapa jumlah jemaat sangat rendah, “Tidak bisa dijelaskan, ada begitu banyak faktor.”
Ketika dia ditanya apakah dia mencoba untuk meningkatkan jumlah jemaat, dia hanya menjawab: “Kami bukan perusahaan, kami adalah sebuah gereja.”
Sebaliknya, tampaknya ada energi yang luar biasa melekat pada masjid di Brune Street, yang telah digambarkan sebagai ‘Mekah-nya kota itu’.
Di sini, baik cerah ataupun turun hujan, anggota komunitas Bangladesh melakukan shalat Jumat di bawah langit terbuka.
Sayangnya, tidak demikian dengan dua gereja di dekatnya.
Suatu hari, dalam beberapa dekade, St George mungkin akan dipenuhi dengan jamaah lagi – tetapi mereka bukanlah orang Kristen. (banan/arrahmah.com)

Tuesday 28 May 2013

Cara Unik Tangkal Serangan Islamphobia di Inggris, Pengurus Masjid Undang ‘Open House’

Cara Unik Tangkal Serangan Islamphobia di Inggris, Pengurus Masjid Undang ‘Open House’

Redaksi – Selasa, 18 Rajab 1434 H / 28 Mei 2013 13:56 WIB

MOSQUE-YORK-EDL-TEA-570
Para pemimpin Muslim di Masjid York  Inggris, mengundang para pendemo dari anggota Liga Pertahanan Inggris (EDL)  untuk menikmati “secangkir teh” setelah menerima ancaman agresif pasca serangan Woolwich.
Profesor Mohamed El-Gomati, yang merupakan tetua di masjid, mengatakan kepada York Press bahwa para anggota EDL mengancam akan melakukan demonstrasi di luar masjid, ungkapkan kemarahan atas Muslim dan menghubungkan kematian Lee Rigby dengan Islam sebagai teroris.
Professor itu mengatakan kepada Koran The York , “Kami juga telah mengutuk. Setiap orang dibenarkan berpikiran marah tetapi kemarahan tidak harus dengan tetangga Anda, kemarahan harus ditujukan kepada pelaku yang melakukan kejahatan keji ini.
“Daripada mereka berteriak di luar , lebih baik kami mengundang orang orang tersebut untuk berdiskusi dan menunjukkan solidaritas dengan secangkir teh dan melihat apa yang kita akan lakukan bersama. ”
Masjid tersebut memutuskan untuk mengadakan ‘open house’ ,
Sekitar 100 orang dari EDL datang dan  berbicara dengan jamaah Masjid, namun sejumlah kecil demonstran EDL tetap berada di luar, media melaporkan.
Pertemuan itu terjadi setelah ada kabar berita sebuah masjid di Grimsby menjadi sasaran bom bensin, serangan yang kedua dalam seminggu. Tidak ada yang terluka dalam kebakaran , dan dua tersangka telah ditangkap karena pembakaran. Serangan serius juga menyerang sebuah masjid dengan lemparan batu bata merusak jendela masjid pekan lalu.
Seorang pria 43 tahun telah didakwa dengan percobaan pembakaran setelah dilaporkan ia berjalan ke masjid dengan pisau di Braintree, Essex.
Dan tersangka kedua, Andrew John Grindlay, 45 tahun , didakwa dengan kriminal bermotif agama dan perampokan setelah serangan terhadap sebuah masjid di Gillingham.
Masjid-masjid di Bolton dan Cambridge juga telah dicorat coret dan banyak muslim juga yang diancam, menurut informasi dari lembaga Tell Mama sebuah badan amal yang memonitor serangan terkait anti-Muslim.(Huff/Dz)


Monday 27 May 2013

Masjid Dibakar

Masjid Dibakar, Anti-Islam Merebak di Inggris

Masjid Dibakar, Anti-Islam Merebak di Inggris  
TEMPO.CO, London - Gerakan anti-Islam mulai merebak di Inggris sejak peristiwa pembunuhan bermotif agama terhadap seorang serdadu Inggris pekan lalu. "Pesan (anti-Islam) merebak melalui jejaring media sosial menyebabkan sebuah masjid dibakar," kata polisi.
Dalam aksi tersebut (pembakaran masjid), petugas keamanan menahan dua orang di Kota Grimsby, Inggris timur. "Keduanya diduga kuat sebagai pelaku pembakaran, tetapi tak ada yang luka," kata polisi Kota Humbreside.
Aksi serupa dilakukan Liga Pertahanan Inggris Anti-Muslim (EDL) di sejumlah pusat kota pada pagi hari waktu setempat, Ahad, 26 Mei 201, sebelum mereka membakar tempat ibadah umat Islam. Amarah mereka dipicu oleh tewasnya seorang serdadu Inggris, Lee Rigby, di Wootwivh sebelah tenggara London pada Rabu, 22 Mei 2013. Kematian anggota militer ini memicu pula unjuk rasa di berbagai kota di Inggris.
Selain masjid, kelompok anti-Islam Inggris juga menyerang Pusat Kebudayaan Islam Grimsby, Ahad, 26 Mei 2013. Saat penyerangan, menurut polisi Huberside, sejumlah umat Islam sedang salat di dalam gedung. ""Tidak ada yang cedera," kata polisi.
Polisi melanjutkan, pihaknya telah menahan 11 anak muda yang diduga kuat terlibat dalam penyerangan pusat kebudayaan tersebut. Meskipun demikian, polisi tak bersedia berspekulasi mengenai motif di balik penyerangan.
Sementara itu, pada sebuah aksi di Newcastle, Sabtu, 25 Mei 2013, para pengunjuk rasa marah (EDL) dan meminta umat muslim keluar meninggalkan negara. Kelompok EDL juga melemparkan berbagai benda yang sempat dicegah oleh polisi agar tidak meluas ke mana-mana.
EDL menganggap bahwa hukum Islam telah meracuni rakyat Inggris seraya menyerukan kepada seluruh warga Inggris melakukan aksi agresif guna melindungi diri.
"Jika kami gagal menunjukkan keberanian sekarang, kami akan gelorakan revolusi atau perang sipil," demikian salah butir moto di situs EDL. "Akan ada aksi melawan ekstrimis muslim oleh EDL," sumpah kaum EDL di laman Facebook.
CNN | BBC | CHOIRUL

Sunday 26 May 2013

Mantan tentara Inggris bicara Serangan Woolwich



Mantan tentara Inggris bicara Serangan Woolwich: Itulah buah pendudukan kita di negeri mereka

Sabtu, 15 Rajab 1434 H / 25 Mei 2013 11:30
Mantan tentara Inggris bicara Serangan Woolwich: Itulah buah pendudukan kita di negeri mereka
Joe Glenton
Joe Glenton adalah seorang mantan tentara Inggris yang pernah menghabiskan lima bulan penahanan di penjara militer karena menolak tugas keduanya untuk dikirim ke Afghanistan atas dasar hukum dan moral. Dia sekarang melanjutkan studi mengenai hubungan internasional. Glenton juga dikenal sebagai penulis.
Sementara belum ada kejelasan tentang berita pembunuhan seorang tentara Inggris di Woolwich oleh dua orang yang diklaim mengaku Muslim, di sebuah media massa Glenton berpendapat bahwa bagaimanapun peran “kebijakan” Inggris di luar negeri tidak bisa diabaikan dalam hal ini. Berikut pernyataan Glenton:
Saya seorang mantan tentara [Inggris]. Saya menyelesaikan satu perjalanan tugas di Afghanistan, namun kemudian atas dasar hukum dan moral saya menolak untuk menjalankan tugas kedua di sana. Sebagai akibatnya, saya diharuskan menghabiskan lima bulan di penjara militer.
Ketika berita tentang serangan di Woolwich muncul, kebetulan saya sedang duduk bersama dengan Ross Caputi. Ross adalah mantan tentara Angkatan Laut AS, dan dia ternyata juga seorang pembuat film yang bertugas di Irak dan menyaksikan penjarahan dan iradiasi di Falluja. Dia juga penduduk asli Boston. Bersama-sama, kami menyaksikan berita tersebut, dan kami langsung meyakini bahwa apa yang kami lihat itu merupakan hasil dari militer yang salah langkah, di mana kami akui kami juga pernah mengambil bagian di dalamnya.
Jadi mula-mula, mari kita perjelas: sementara tidak ada yang bisa membenarkan pembunuhan biadab terhadap seorang pria kemarin di Woolwich, yang sejak dikonfirmasi adalah seorang tentara Inggris, seharusnya tidaklah sulit untuk menjelaskan mengapa pembunuhan seperti itu bisa terjadi.
Bahkan Kolonel Richard Kemp, yang menjabat sebagai komandan pasukan Inggris di Afghanistan pada tahun 2001, menulis di tweeter kemarin malam bahwa serangan-serangan semacam itu “bukanlah tentang Irak atau Afghanistan”, tetapi serangan itu menentang “jalan yang kita tempuh”. Banyak juga orang lainnya yang mengatakan hal yang sama.
Tapi mari kita mulai dengan melihat apa yang diucapkan para penyerang itu sendiri. Dengan aksen London, menurut salah seorang wanita yang melakukan intervensi di lokasi kejadian, salah satu penyerang diduga mengatakan bahwa ia “… muak dengan orang-orang yang membunuh Muslim di Afghanistan …”. Lalu perkataan berikutnya, tidak jelas apakah itu dikatakan oleh orang yang sama, ataukah perkataan penyerang yang satunya lagi, yang menyatakan “… pulangkan semua tentara kita sehingga kita semua bisa hidup dengan tenang.”
Seharusnya sekarang menjadi jelas bahwa dengan menyerang Muslim di luar negeri, terkadang Anda akan menelurkan kebencian, seperti yang kita lihat kemarin, kebencian pembunuh itu bahkan terjadi di tanah kita. Kita perlu mengakui bahwa, mengingat peran lanjutan pemerintah kita yang telah memilih untuk bermain dalam proyek kekaisaran AS di Timur Tengah, kita beruntung bahwa serangan semacam ini sangat sedikit jumlahnya [di sini].
Banyak masyarakat Inggris yang berdiri sebagai oposisi terhadap perang ini, termasuk banyak veteran perang seperti saya sendiri dan Ross, serta beberapa tentara lainnya yang berbicara kepada saya, namun nama mereka tidak bisa disebutkan di sini karena mereka takut mengalami penganiayaan.
Faktanya adalah, ada dua pandangan mayoritas di negeri ini: satu di badan politik yang menyatakan perang, perang dan perang lagi, dan satu lagi populasi yang menyatakan cukup sudah tindakan untuk mengorbankan putra putri negeri ini.
Selama 12 tahun, Muslim Inggris telah dipermalukan dan diasingkan oleh pemerintah dan oleh media atas hal-hal yang tidak mereka lakukan. Kita harus mengatakan dengan jelas bahwa tindakan kedua penyerang tersebut adalah tindakan mereka sendiri, dan kita tidak bisa memukul rata.
Memang, jika ada tanggung jawab kolektif atas pembunuhan yang terjadi, akan ada reaksi terhadap mereka yang telah menyebabkan pertumpahan darah – secara langsung, seperti di Afghanistan dan di Irak, dan secara tidak langsung, sampai ke wilayah-wilayah yang jauh dari sana seperti di Woolwich dan di Boston, yang pada gilirannya menciptakan ruang politik untuk menjajakan kebencian mereka, seperti yang kita lihat dalam serangan Woolwich ini.
Yang harus kita lakukan sekarang cukup sederhana. Pertama-tama, tanggung jawab kita sendiri untuk memastikan bahwa orang-orang yang tak berdosa tidak dikenakan hukuman atas hal-hal yang tidak mereka lakukan. Kemudian memaksa pemerintah kita – yang aman-aman saja di rumah mereka – untuk mengakhiri keterlibatan Inggris dalam pendudukan setan asing yang bisa menciptakan pertumpahan darah di London. (banan/grdn/arrahmah.com)

Matinya satu tentara di negeri orang bersedih, ratusan muslim dibantai di negeri sendiri bisu



Matinya satu tentara di negeri orang bersedih, ratusan muslim dibantai di negeri sendiri bisu

Sabtu, 16 Rajab 1434 H / 25 Mei 2013 14:45
Matinya satu tentara di negeri orang bersedih, ratusan muslim dibantai di negeri sendiri bisu
Lee Rigby
JAKARTA (Arrahmah.com) - Judul di atas tidaklah berlebihan untuk menggambarkan ambigu dan absurdnya sikap rezim negeri ini hari ini. Fakta-fakta kekejaman terhadap muslim Indonesia sudah lebih dari cukup diungkapkan. Baik oleh ormas-ormas Islam maupun lembaga partikelir yang punya keprihatinan dan kepedulian akan penindasan muslim. Namun tak kunjung tiba sang rezim, mulut terbuka, lisan bersuara tuk belasungkawa apalagi mengakui dusta.
Situs Antaranews.com memberitakan, bahwa Presiden Yudhoyono menyampaikan ucapan belasungkawa kepada Perdana Menteri Inggris David Cameron atas peristiwa pembunuhan terhadap Lee Rigby, prajurit Inggris yang diserang di jalanan London Selatan.
Ucapan belasungkawa itu, menurut keterangan resmi di akun jejaring sosial milik Kantor Staf Khusus Presiden bidang Hubungan Internasional Teuku Faizasyah, @SKPBidangHI, disampaikan Presiden Yudhoyono saat menerima telepon PM Cameron, Jumat siang.
Selain mengucapkan belasungkawa, Presiden juga mengemukakan dukungan Pemerintah Indonesia dalam perang menghadapi terorisme.
“Presiden Yudhoyono menekankan bahwa aksi terorisme dalam bentuk apapun tidak dapat dibenarkan. RI akan selalu mendukung kerja sama untuk memerangi terorisme,” tulis akun itu.
Lee Rigby terbunuh di kawasan Royal Artillery Barracks, Woolwich, London selatan. Para penyerangnya kemudian menyebut dengan fasih, terkait keterlibatan pemerintah Inggris atas militernya di negara-negara Muslim. Dia juga berujar dalam rekaman video bahwa hal seperti ini sudah lumrah di negaranya.
(azmuttaqin/arrahmah.com)